NAMA       : RIRIT YULIARTI TAHA
NIM           : F1E110058

IODIUM DEFICIENCY DISEASE (IDD)
PENYAKIT AKIBAT KEKURANGAN YODIUM

1.  What IDD real problem?
Salah satu dari empat persoalan gizi utama saat ini, yakni kasus GAKI berdampak pada kasus defisit Intelligence Quotient (IQ). Kekurangan Iodium masih menjadi masalah besar di beberapa negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Dilaporkan sekitar 38% dari jumlah penduduk dunia terkena resiko gangguan akibat kekurangan Iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat di Indonesia. Diperkirakan 140 juta IQ point hilang akibat kekurangan Iodium, karena sekitar 42 juta orang hidup di daerah endemik, 10 juta di antaranya menderita gondok, 3,5 juta menderita GAKI lain, dan terdapat 9000 bayi kretin. Kekurangan Iodium dapat menyebabkan gondok, terjadinya kretinisme, menurunnya kecerdasan, gangguan pada otak, bisu-tuli, serta pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran dan kematian pada bayi.
Sekitar 1800 juta orang di dunia beresiko mengalami defesiensi karena keliru bermukim di kawasan yang miskin Iodium. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengestimasikan bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalah GAKI yang signifikan dengan jumlah total penduduk terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 656 juta orang telah menampakkan tanda-tanda kekurangan Iodium 43 juta menderita rusak mental dan 11,2 juta orang tampak jelas sebagai kretin. Di Asia Tenggara, kira-kira 600 juta orang membangun keluarga di wilayah yang miskin Iodium dan mengakibatkan lebih kurang 700 juta orang menderita gondok.
Iodium merupakan mineral yang penting dalam pembentukan horman teroid, pada keadaan normal kebutuhan pada anak-anak adalah : 200 mg/hari sumber utama Iodium adalah dari makanan dan absorbsi paling banyak terjadi di usus halus.
Hasil pemetaan GAKI 1998 Menunjukkan bahwa “Total Goitre Rate (TGR)” anak sekolah adalah 9,8%. Prevalensi gondok pada tingkat propensi menunjukkan terdapat 2 propensi dengan akademik berat (TGR > 30 %) yaitu Maluku dan Nusa Tenggara Timur, 3 propensi dengan akademik sedang (TGR 20 – 29,9%) yaitu Sumatera Barat, Timor Timur (saat itu masih menjadi bagian RI) dan Sulawesi Tenggara, 13 Propensi dengan akademik ringan (TGR 5 – 19,5 %) yaitu DI Acah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DI Jogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya, dan 9 propensi non akademik yaitu Riau, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

2.  Prevalence of IDD in the population?
Berdasarkan hasil survei pemetaan GAKI di Propinsi Sulawesi Tenggara akhir tahun 2003, prevalensi TGR (Total Goitre Rate) pada anak usia sekolah sebesar 10,6 % yang tersebar di 5 kabupaten/kota dan 72 kecamatan dari 6 kabupaten/kota dari 110 kecamatan yang ada. Dari kelima kabupaten/kota daerah penyebaran GAKI, terdapat tiga kabupaten yang merupakan daerahendemik berat yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna, dua daerah endemik sedang yaitu Kabupaten Kolaka dan Kota Bau-Bau.

Prevalensi GAKI tertinggi terdapat di Kabupaten Konawe yaitu sebesar 34,5% yang tersebar di 24 kecamatan, dengan 20 kecamatan tergolong daerah endemik berat. Dari 20 kecamatan endemik berat tersebut kecamatan dengan prevalensi tertinggi adalah Kecamatan Amonggedo dengan prevalensi GAKI sebesar 37,2 % ( Dinkes Prop. Sultra, 2002). Anak sekolah di daerah endemik
berisiko memiliki prestasi belajar yang kurang, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan produktivitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui seberapa jauh perbedaan antara prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI pada daerah endemik di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo,
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

3.  Sources of salt consume in the population?

Tabel Karakteristik garam di Sulawesi Tenggara
Merek Garam
Bentuk garam
Kemasan (gram)
Harga/kg (Rp)
Kadar Iodium pada label (ppm)
Hasil Uji Iodine test
Gudang Garam
krosok
250
2000
30-80
sesuai
Kijang
Krosok
250
2000
30-80
Sesuai
Surya Tenggara
Krosok
250
2000
30-80
Sesuai
Tanpa Merek
krosok
-
1000
-
-

Jenis garam yang ada dipasaran ada dua yakni garam beryodium dan garam tidak beryodium. Merek dagang garam beryodium yang ada terdiri dari merek kijang, Gudangnya garam, dan surya tenggara. Hasil pemeriksaan kadar iodium secara semi kuantitatif menggunakan iodine test menunjukkan bahwa kandungan iodium semuamerek garam diatas adalah >30 ppm. Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa daerah di Propinsi Sulawesi Tenggara  menyediakan garam beryoium, sehingga dapat dikatakan bahwa garam beryodium cukup tersedia.
Garam tidak beryodium dikenal dengan istilah Garam Madura karena dijual oleh pedagang garam dari Madura.

4.  Is salt adequately iodized?
Ya, Karena sejak tahun 1995 sampai 2003 dilakukan survei konsumsi garam beryodium pada masyarakat secara terus menerus oleh Badan Pusat Statistik. Penilaian konsumsi garam tingkat rumah tangga dilakukan dengan membedakan kandungan yodium dalam garam dengan pemeriksaan uji garam yodium cepat (iodine rapid test). Hasil penilaian memperlihatkan prosentase rumah-tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup (>=30 ppm), kurang (<30 ppm), dan tidak mengandung yodium. Secara nasional, sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2003, terjadi peningkatan prosentase rumah tangga dengan konsumsi garam beryodium secara cukup dari 49.8% menjadi 73.2%. Jika analisis dilakukan menurut kabupaten yang sama dari tahun 1998 sampai tahun 2003, terjadi peningkatan dari jumlah kabupaten/kota.




5.    Iodized salt consumed?
Ya, garam yang dioidisasi telah dikonsumsi masyarakat dari tahun 1998 sampai 2003. Terjadi peningkatan seperti yang terlihat pada tabel.
         
Kabupaten / Kota
Tahun
1998
28 %
1999
19,5 %
2000
18 %
2001
19 %
2002
29 %
2003
39,5 %
Tabel.  Kabupaten/Kota yang mencapai Universal Salt Iodization/USI (konsumsi
garam beryodium tingkat rumah tangga cukup >=90%) tahun 1998 - 2003




PENJELASAN TAMBAHAN

Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
Tujuan utama program penanggulangan GAKY adalah untuk menurunkan angka gondok total (Total Goitre Rate/TGR) dan angka gondok nyata (Visible Goitre Rate/VGR) serta mencegah munculnya kasus kretin pada bayi baru lahir di daerah endemik sedang dan berat. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai upaya penanggulangan telah dilaksanakan dengan upaya jangka pendek dan jangka panjang. Upaya jangka pendek berupa program distribusi kapsul yodium bagi masyarakat di daerah endemik sedang dan berat. Sedangkan upaya jangka panjang berupa yodisasi garam untuk seluruh masyarakat (Garam beryodium untuk semua).
Meskipun secara nasional terjadi penurunan prevalensi GAKY, akan tetapi pada 10 propinsi yaitu: DI Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah dan Maluku malah terjadi peningkatan TGR. Sedangkan peningkatan VGR terdapat di 11 propinsi yaitu: DI Aceh, Riau, Jambi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Timor Timur. Sementara itu juga terlihat ada 7 propinsi yang prevalensi TGR dan VGR meningkat selama periode waktu tersebut yaitu: DI Aceh, Jambi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah dan Maluku.
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) diketahui mempunyai kaitan erat dengan gangguan perkembangan fisik, mental dan kecerdasan. Kegiatan penanggulangan GAKY yang dilaksanakan oleh pemerintah hingga dewasa ini meliputi: penanggulangan dalam jangka panjang berupa penggunaan garam konsumsi beryodium bagi masyarakat. Dalam hal ini pelaksanaan yodisasi garam sudah diatur di dalam SKB 3 Menteri (Kesehatan, Perindustrian & Perdagangan, Dalam Negeri). Dengan telah dikeluarkan Keppres no.69/1994 diharapkan tahun 1996 semua garam konsumsi yang beredar sudah dalam bentuk garam beryodium yang memenuhi persyaratan.
Upaya penanggulangan yang merupakan program jangka pendek dilakukan dengan cara pemberian larutan minyak beryodium kepada penduduk yang tinggal di daerah endemik sedang dan berat. Sejak tahun 1992/1993 pemberian larutan minyak beryodium melalui suntikan diganti dengan pemberian kapsul minyak beryodium. Tujuannya adalah agar lebih praktis pemberiannya baik dari segi keamanan pemberian maupun transportasinya.
Hasil cakupan distribusi kapsul minyak beryodium tahun 1994/1995 pada 13 propinsi telah mencapai 100% atau lebih yaitu di propinsi DI. Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, Bali, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sultra dan Timtim. Di samping itu pada propinsi NTT dan Maluku belum diketahui hasil cakupan distribusinya. Bila dillihat target dan cakupan pada tahun 1993/94 dibandingkan dengan tahun 1994/95 maka baik target maupun cakupannya terjadi peningkatan.




Sumber :

Sutomo. 2007.  PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN
TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE,
PROPINSI SULAWESI TENGGARA. Skripsi sarjana tidak untuk dipublikasikan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

situs kesehatan à http://pagihp.tripod.com/gizi1.htm