BAB I
PENDAHULUAN

I.I        Latar Belakang
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002).
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).
Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi  dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
  1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
  2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
  3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
  4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
  5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya. Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui? Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita? Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
  1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri.
  2. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
  3. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
  4.  Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.
Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal, President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai. “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betu-lbetul terang”.

Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikirpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara  intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003). Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow. Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu
pengetahuan atau singkatnya Ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuanyang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan
Obyek
Paradigma
Metode
Kriteria
Sains
Empiris
Sains
Metode Ilmiah
Rasional empiris

Filsafat
Abstrak rasional
Rasional
Metode rasional
Rasional
Mistis
Abstark suprarasional
Mistis
Latihan percaya
Rasa, iman, logis, kadang empiris
Sumber: Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu

Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas  prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah karena tidak diperoleh secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”. Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap-mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan yang berlaku juga untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya. Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala-galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya. Tahap berikutnya adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah terbebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya. Orang-orang yang tidak mengakui status ontologis obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal pemecahan masalah, semata-mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan sintesis. Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari yang umum. Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis yang telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih  bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus. Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional. Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris, melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral. Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan. Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan

Ontologi (Hakikat Ilmu)
§  Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
§  Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
§  Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
§  Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
§  Bagaimana prosedurnya?
Epistimologi
(Cara Mendapatkan
Pengetahuan)
§  Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
§  Bagaimana prosedurnya?
§  Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar?
§  Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
§  Apa kriterianya?
§  Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Aksiologi
(Guna Pengetahuan)
§  Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
§  Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
§  Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
§  Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Sumber: Suriasumantri, 1993

Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”, kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal-hal yang ada di balik pengaman dan ide kita. Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban ”YA”.

Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang bersangkutan dengan (berusaha) menerangkan segala sesuatu tentang ilmu pengetahuan, bail asal usulnya maupun bagaimana ilmu itu mengembangkan diri serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebuah disiplin keilmuan. Kajian epistmologi yang akhirnya sangat mendalam antara lain kajian tentang hubungan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi terhadap kabahagiaan dan eksistensi kehidupan manusia. Dalam ilmu kedokteran, epistemologi berkaitan erat dengan sejarah ilmu kedokteran itu sendiri.

I.II      Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu antara lain:
1.      Apa itu ilmu kedokteran?
2.      Bagaimana ilmu kedokteran berkembang?
3.      Bagaimana operasionalisasi ilmu kedokteran?

I.III    Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu antara lain:
1.      Untuk mengetahui definisi ilmu kedokteran.
2.      Untuk mengidentifikasi perkembangan ilmu kedokteran.
3.      Untuk mengidentifikasi operasionalisasi ilmu kedokteran.

I.IV     Manfaat Penulisan
            Adapun manfaat penulisan dalam makalah ini yaitu antara lain:
            Manfaat individu
Menambah dan memperluas pengetahuan penulis khususnya tentang epistemologi ilmu kedokteran, dan dapat sebagai referensi agar penulis meningkatkan kualitas dalam penulisan makalah selanjutnya.
            Manfaat masyarakat
            Menambah dan memperluas pengetahuan masyarakat khususnya tentang epistemologi ilmu kedokteran.
Manfaat teoritis
            Memberikan pengetahuan baru mengenai epistemologi pengetahuan ilmu yaitu mengenai pengertian, perkembangan, dan operasionalisasi, ilmu kedokteran dalam sistematika ilmu pengetahuan.


BAB II
PEMBAHASAN

II.I      Pengertian Ilmu Kedokteran
Sesuatu bidang keilmuan dapat disebut suatu disiplin ilmu (kesatuan) ilmu apabila memenuhi tiga persyaratan, yaitu ada objek materinya, ada objek formanya, dan ada kegunaanya (aksiologinya).
a.       Objek material (ruang lingkup kajian)
Dengan mudah dapat disebut bahwa ruang lingkup pengetahuan ilmu kedokteran adalah manusia.
b.      Objek forma (sudut pandang kajian)
Manusia yang menjadi perhatian ilmu kedokteran dengan sendirinya bukan keindahan gerak-geriknya yang menjadi perhatian seni tari, tetapi dalam kaitannya dengan sakit atau penyakit, sehingga pada awalnya sudut pandangnya manusia dalam keadaan sakit, yang kemudian mengembangkan diri mempelajari manusia yang sehat seperti ilmu anatomi, fisiologi, biokimia dan lain-lain. Dengan demikian objek forma ilmu kedokteran adalah manusia dipandang dari segi sehat dan sakit.
c.       Aksiologi (kegunaan ilmu)
Pada awalnya ilmu kedokteran bergerak dalam hal penyembuhan penyakit atau menyembuhkan orang sakit. Jadi pada awalnya ada orang yang menderita kemudian ada orang lain yang peduli atau iba berusaha menolong. Jadi kegunaan secara nyata adalah menolong orang sakit. Menolong orang sakit tersebut dengan sendirinya mensejahterahkan ataupun membahagiankan manusia.
Suatu definisi dengan sendirinya menyangkut ketiga unsur terebut. Biasanya suatu definisi terdiri atas:

Berdasarkan uraian tersebut, ilmu kedokteran dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu kedokteran adalah ilmu dan seni yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan sehat dan sakit dengan tujuan mensejahterahkan atau demi kebahagiaan manusia.
Dari sini, timbul pertanyaan: apa yang disebut manusia menurut ilmu kedokteran? Pertanyaan tersebut kelihatannya sangat sederhana tetapi menjwabnya tidak mudah. Seorang manusia mulai ada setelah pertemuaan sperma dan ovum menjadi zigot yang membelah menjadi dua sel. Kedua sel tersebut dapat bersatu terus menjadi satu manusia atau membelah menjadi dua yang masing-masing berkembang jadi dua manusia. dari zigot berkembang menjadi blastula, morula, lalu jadi fetus yang lahir sebagai bayi, kemudian berkembang melalui masa anak-remaja-dewasa, tua, dan akhirnya meninggal dunia. Prosesdari zigot ke meninggal dunia lazim disebut daur hidup manusia. bila direnungkan, ilmu kedokteran sebenarnya hanyalah menjaga proses daur hidup manusia sebaik-baiknya melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Ilmu kedokteran tidak membuat sesuatu yang baru, semuanya sudah ada (dari Tuhan).
Ilmu Kedokteran (dalam bahasa Inggris disebut medicine) merupakan suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya.
Ilmu ini merupakan cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.
Adapun praktek kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran, lazimnya dokter dan kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi. Berdasarkan sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktekkan ilmu kedokteran secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait.
Profesi kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu ini. Di berbagai negara dan wilayah hukum, terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak mempraktekkan ilmu kedokteran atau bidang kesehatan terkait.



II.I      Perkembangan Ilmu Kedokteran
Menjawab pertanyaan tersebut tentu saja tidak lepas dari sejarahnya. Perkembangan ilmu dengan sendirinya tergantung dari individu-individu yang secara penuh dan berdedikasi bergerak dalam keilmuan, setapak demi setapak. Pada mulanya berkembang secara deskriptif, kemudian dipelajari secara aktif dengan melakukan percobaan (secara eksperimental).
            Perkembangannya secara singkat dapat disebut sebagai berikut (Ari Rasad): Manusia dipelajari dengan dibagi-dibagi menjadi bagian-bagian terkecil kemudian digabungkan kembali dalam kesatuannya.
            Dari bagian tersebut, dapat dilihat bagaimana ilmu kedokteran bercabang. Percabangan awalnya kearah organ menjadi neurologi, dermatologinya, kardiologinya, pulmonologi, sedangkan dalam hal fungsinya timbul ilmu faal, biokimia, alergi, imunologi, dan sebagainya. Dari bagan itu juga terlihat kelemahan atau kekurangan pendidikan ilmu kedokteran saat ini, dimana aspek-kejiwaan (psikis) sama sekali tidak diperhatikan. Aspek kejiwaan justru langsung dipelajari pada jiwa yg sakit dalam pdikiatri. Psikiatri sebenarnya cabang ilmu kedokteran tentang jiwa yang sehat kemudian menjadi sakit meskipun orangny sehat. Ini yan kemudian menimbulkan keracuan atau aliran (prasangka) bahwa orang sakit jiwa sebenarnya suatu kelainan organ yang belum diketahui.
Pada awalnya, sebagian besar kebudayaan dalam masyarakat awal menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan untuk tindakan pengobatan. Ini sesuai dengan kepercayaan magis mereka yakni animisme, sihir, dan dewa-dewi. Masyarakat animisme percaya bahwa benda mati pun memiliki roh atau mempunyai hubungan dengan roh leluhur.
            Ilmu kedokteran berangsur-angsur berkembang di berbagai tempat terpisah yakni Mesir kuno, Tiongkok kuno, India kuno, Yunani kuno, Persia, dan lainnya. Sekitar tahun 1400-an terjadi sebuah perubahan besar yakni pendekatan ilmu kedokteran terhadap sains. Hal ini mulai timbul dengan penolakan–karena tidak sesuai dengan fakta yang ada–terhadap berbagai hal yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pada masa lalu (bandingkan dengan penolakan Copernicus pada teori astronomi Ptolomeus. Beberapa tokoh baru seperti Vesalius (seorang ahli anatomi) membuka jalan penolakan terhadap teori-teori besar kedokteran kuno seperti teori Galen, Hippokrates, dan Avicenna. Diperkirakan hal ini terjadi akibat semakin lemahnya kekuatan gereja dalam masyarakat pada masa itu.
            Ilmu kedokteran yang seperti dipraktekkan pada masa kini berkembang pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 di Inggris (oleh William Harvey, abad ke-17), Jerman (Rudolf Virchow) dan Perancis (Jean-Martin Charcot, Claude Bernard). Ilmu kedokteran modern, kedokteran “ilmiah” (di mana semua hasil-hasilnya telah diujicobakan) menggantikan tradisi awal kedokteran Barat, herbalisme, humorlasime Yunani dan semua teori pra-modern. Pusat perkembangan ilmu kedokteran berganti ke Britania Raya dan Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an (oleh William Osler, Harvey Cushing).
            Kedokteran berdasarkan bukti (evidence-based medicine) adalah tindakan yang kini dilakukan untuk memberikan cara kerja yang efektif dan menggunakan metode ilmiah serta informasi sains global yang modern.
            Kini, ilmu genetika telah mempengaruhi ilmu kedokteran. Hal ini dimulai dengan ditemukannya gen penyebab berbagai penyakit akibat kelainan genetik, dan perkembangan teknik biologi molekuler.
            Ilmu herbalisme berkembang menjadi farmakologi. Masa modern benar-benar dimulai dengan penemuan Heinrich Hermann Robert Koch bahwa penyakit disebarkan melalui bakteria (sekitar tahun 1880), yang kemudian disusul penemuan antibiotik (sekitar tahun 1900-an). Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah obat Sulfa, yang diturunkan dari anilina. Penanganan terhadap penyakit infeksi berhasil menurunkan tingkat infeksi pada masyarakat Barat. Oleh karena itu dimulailah industri obat. Kini industri obat lebih mengarah ke pembuatan obat untuk penyakit tertentu, obat untuk perawatan kanker, masalah geriatrik (penyakit pada manula), penyakit degeneratif, dan penyakit karena gaya hidup (seperti kolesterol tinggi, diabetes tipe 2, dan artritis).(4)



II.III  Operasionalisasi Ilmu Kedokteran
Operasionalisasi atau aplikasi suatu ilmu dapat pula berarti menjawab pertanyaan bagaimana ilmu itu bekerja. Praktek kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran–lazimnya dokter dan kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi. Berdasarkan sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktekkan ilmu kedokteran secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait. Profesi kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran. Di berbagai negara dan wilayah hukum, terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak mempraktekkan ilmu kedokteran atau bidang kesehatan terkait.

Ilmu kedokteran umumnya dianggap memiliki berbagai cabang spesialis, dari pediatri (ilmu kesehatan anak), ginekologi (ilmu penyakit pada wanita), neurologi (ilmu penyakit saraf), hingga melingkupi bidang lainnya seperti kedokteran olahraga, dan kesehatan masyarakat.
            Sistem kedokteran dan praktek perawatan kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat manusia sedikitnya sejak awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dalam berbagai cara dan berbagai budaya serta daerah yang berbeda. Yang dimaksud dengan ilmu kedokteran modern pada umumnya adalah tradisi kedokteran yang berkembang di dunia Barat sejak awal zaman modern. Berbagai tindakan pengobatan dan kesehatan tradisional masih dipraktekkan di seluruh dunia, di mana sebagian besar dianggap terpisah dan berbeda dari kedokteran Barat, yang juga disebut biomedis atau tradisi Hippokrates. Sistem ilmu kedokteran yang paling berkembang selain sistem Barat adalah tradisi Ayurveda dari India dan pengobatan tradisional Tionghoa. Berbagai tradisi perawatan kesehatan non konvensional juga dikembangkan di dunia Barat yang berbeda dari ilmu kedokteran pada umumnya. Di berbagai tempat, sistem kedokteran Barat seringkali dipraktekkan bersama-sama dengan sistem kedokteran tradisional setempat atau sistem kedokteran lainnya, meskipun juga dianggap saling bersaing atau bahkan bertentangan.
            Kedokteran veteriner atau yang lazim disebut kedokteran hewan adalah praktek kesehatan yang dikhususkan untuk spesies hewan lainnya.
Praktek kedokteran mengombinasikan sains dan seni. Sains dan teknologi adalah bukti dasar atas berbagai masalah klinis dalam masyarakat. Seni kedokteran adalah penerapan gabungan antara ilmu kedokteran, intuisi, dan keputusan medis untuk menentukan diagnosis yang tepat dan perencanaan perawatan untuk masing-masing pasien serta merawat pasien sesuai dengan apa yang diperlukan olehnya. Pusat dari praktek kedokteran adalah hubungan relasi antara pasien dan dokter yang dibangun ketika seseorang mencari dokter untuk mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya. Dalam praktek, seorang dokter harus: membangun relasi dengan pasien  mengumpulkan data (riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik dengan hasil laboratorium atau citra medis) menganalisa data membuat rencana perawatan (tes yang harus dijalani berikutnya, terapi, rujukan) merawat pasien memantau dan menilai jalannya perawatan dan dapat mengubah perawatan bila diperlukan. Semua yang dilakukan dokter tercatat dalam sebuah rekam medis, yang merupakan dokumen yang berkedudukan dalam hukum.
Relasi pasien dan dokter adalah proses utama dari praktek kedokteran. Terdapat banyak pandangan mengenai hubungan relasi ini. Pandangan yang ideal, seperti yang diajarkan di fakultas kedokteran, mengambil sisi dari proses seorang dokter mempelajari tanda-tanda, masalah, dan nilai-nilai dari pasien; maka dari itu dokter memeriksa pasien, menginterpretasi tanda-tanda klinis, dan membuat sebuah diagnosis yang kemudian digunakan sebagai penjelasan kepada pasien dan merencanakan perawatan atau pengobatan. Pada dasarnya, tugas seorang dokter adalah berperan sebagai ahli biologi manusia. Oleh karena itu, seorang dokter harus paham benar bagaimana keadaan normal dari manusia sehingga ia dapat menentukan sejauh mana kondisi kesehatan pasien. Proses inilah yang dikenal sebagai diagnosis.Empat kata kunci dari diagnosis dalam dunia kedokteran adalah anatomi (struktur: apa yang ada di sana), fisiologi atau faal (bagaimana struktur tersebut bekerja), patologi (apa kelainan dari sisi anatomi dan faalnya), dan psikologi (pikiran dan perilaku). Seorang dokter juga harus menyadari arti 'sehat' dari pandangan pasien. Artinya, konteks sosial politik dari pasien (keluarga, pekerjaan, tingkat stres, kepercayaan) harus turut dipertimbangkan dan kadang-kadang dapat menjadi petunjuk dalam kepentingan membangun diagnosis dan perawatan berikutnya.
Ketika bertemu dengan dokter, pasien akan memaparkan komplainnya (tanda-tanda) kepada dokter, yang nantinya akan memberikan berbagai informasi tentang tanda-tanda klinis tersebut. Kemudian dokter akan memeriksa, mencatat segala yang ditemukannya pada diri pasien dan memperkirakan berbagai kemungkinan diagnosis. Bersama pasien, dokter akan menyusun perawatan berikutnya atau tes laboratorium berikutnya bila diagnosis belum dapat dipastikan. Bila diagnosis telah disusun, maka dokter akan memberikan ("mengajarkan") nasihat medis. Relasi pengajaran ini menempatkan dokter sebagai guru (Physician dalam Bahasa Inggris; berasal dari bahasa Latin yang berarti guru).
Relasi dokter dan pasien dapat dianalisa dari pandangan masalah etika. Banyak nilai dan masalah etika yang dapat ditambahkan ke relasi ini. Tentunya, masalah etika amat dipengaruhi oleh tingkat masyarakat, masa, budaya, dan pemahan terhadap nilai moral. Sebagai contoh, dalam 30 tahun terakhir, penegasan dan tuntutan terhadap hak otonomi pasien kian meningkat di dalam dunia kedokteran Barat. Relasi dan proses praktek juga dapat dilihat dari sisi relasi kekuatan sosial (seperti yang dikemukakan Michel Foucault atau transaksi ekonomi. Profesi dokter memiliki status yang lebih tinggi pada abad lalu, dan mereka dipercaya untuk melakukan tindakan dalam kesehatan masyarakat. Hal ini membawa suatu kekuatan tersendiri dan membawa keuntungan serta kerugian bagi pasien. Pada 25 tahun terakhir ini, kebebasan dokter dipersempit. Terutama dengan kehadiran perusahaan asuransi seiiring naiknya biaya perawatan kesehatan. Di berbagai negara (seperti Jepang) pihak asuransi juga mempunyai pengaruh dalam penentuan keputusan medis. Kualitas relasi pasien dan dokter sangat penting bagi kedua pihak. Saling menghormati, kepercayaan, pertukaran pendapat mengenai penyakit dan kehidupan, ketersediaan waktu yang cukup, mempertajam ketepatan diagnosis, dan memperkaya wawasan pasien tentang penyakit yang dideritanya; semua ini dilakukan agar relasi kian baik. Relasi kian kompleks di luar ruang praktek pribadi dokter, seperti pada bangsal rumah sakit. Dalam rumah sakit, relasi tak hanya antara dokter dan pasien, namun juga dengan pasien lainnya, perawat, pekerja dari lembaga sosial, dan lainnya.
Sebuah evaluasi medis yang lengkap terdiri dari sebuah riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium atau citra medis, analisa data, dan penentuan diagnosis, dan perencanaan perawatan atau pengobatan. Hal-hal yang termasuk dalam riwayat kesehatan: Keluhan utama (KU): alasan pasien datang kepada dokter. Hal ini disebut tanda atau gejala. Dituliskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh pasien dan sejak kapan hal tersebut di keluhkan pasien. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)(HPI: History of present illness): urutan kronologis dari tanda-tanda dan klasifikasi dari setiap tanda. Aktivitas kini: hal-hal yang berkaitan aktivitas pasien sekarang seperti pekerjaan, hobi, dan lainnya. Riwayat Pengobatan: obat apa yang digunakan pasien sebelum menemui dokter, termasuk alergi. Riwayat Penyakit Dahulu/RPD(PMH: Past medical history): perawatan yang pernah dijalani pasien sebelumnya, cedera, penyakit infeksi yang pernah diderita, vaksinasi, alergi yang pernah diderita. Riwayat Sistemik (ROS: Review of systems): menanyakan pasien mengenai kondisi sistem organ utamanya seperti jantung, paru-paru, sistem pencernaan (traktus digestivus), dan lainnya. Riwayat sosial Ekonomi(SH: Social history): tempat lahir, tempat tinggal, status perkawinan, status sosial ekonomi, kebiasaan (termasuk diet), penggunaan obat, tembakau, dan alkohol. Riwayat keluarga (FH: Family history): membuat daftar penyakit apa saja yang pernah diderita oleh keluarga pasien yang dapat diturunkan (penyakit genetik). Biasanya dibuat dalam silsilah keluarga atau pohon keluarga. Dalam pemeriksaan fisik, dokter berusaha mencari tanda yang dapat mendukung proses pembuatan diagnosisnya. Dokter menggunakan indera penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan kadang-kadang juga dengan penciuman. Empat metode utama untuk pemeriksaan fisik: melihat (inspeksi), merasakan/menyentuh (palpasi), mengetuk untuk membedakan karakteristik resonansi (perkusi), mendengar (auskultasi); mencium kadang-kadang diperlukan seperti untuk membaui urea pada penyakit uremia. Pemeriksaan fisik mencakup: Tanda vital termasuk tinggi, berat badan, suhu tubuh, tekanan darah, denyut, kecepatan bernapas, tingkat hemoglobin darah, Tampakan umum pasien dan penunjuk spesifik dari penyakit. Kulit, kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok, dan kerongkongan. Kardiovaskular jantung dan pembuluh darah Saluran pernapasan (termasuk paru-paru) Tubuh (abdomen) dan rektum Organ genitalia (kelamin) Otot rangka (anggota gerak tubuh) Kondisi persarafan (kesadaran, orak, saraf kranial, saraf perifer) Psikiatrik atau kejiwaan (orientasi, mental) Hasil laboratorium dan pencitraan medis dapat digunakan bila diperlukan. Pemeriksaan ini dapat berlangsung hanya dalam beberapa menit bila masalahnya sederhana maupun hingga berminggu-minggu bila pasien mengalami masalah pada beberapa sistem tubuhnya sehingga diperlukan rujukan ke beberapa dokter spesialis.


BAB III
PENUTUP

III.I    Kesimpulan
Ilmu kedokteran adalah ilmu dan seni yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan sehat dan sakit dengan tujuan mensejahterahkan atau demi kebahagiaan manusia.
Pada mulanya berkembang secara deskriptif, kemudian dipelajari secara aktif dengan melakukan percobaan (secara eksperimental).
            Perkembangannya secara singkat dapat disebut sebagai berikut : Manusia dipelajari dengan dibagi-dibagi menjadi bagian-bagian terkecil kemudian digabungkan kembali dalam kesatuannya. Dari bagian tersebut, dapat dilihat bagaimana ilmu kedokteran bercabang. Percabangan awalnya kearah organ menjadi neurologi, dermatologinya, kardiologinya, pulmonologi, sedangkan dalam hal fungsinya timbul ilmu faal, biokimia, alergi, imunologi, dan sebagainya. Dari bagan itu juga terlihat kelemahan atau kekurangan pendidikan ilmu kedokteran saat ini, dimana aspek-kejiwaan (psikis) sama sekali tidak diperhatikan. Aspek kejiwaan justru langsung dipelajari pada jiwa yg sakit dalam pdikiatri. Psikiatri sebenarnya cabang ilmu kedokteran tentang jiwa yang sehat kemudian menjadi sakit meskipun orangny sehat. Ini yan kemudian menimbulkan keracuan atau aliran (prasangka) bahwa orang sakit jiwa sebenarnya suatu kelainan organ yang belum diketahui.
Praktek kedokteran mengombinasikan sains dan seni. Sains dan teknologi adalah bukti dasar atas berbagai masalah klinis dalam masyarakat. Seni kedokteran adalah penerapan gabungan antara ilmu kedokteran, intuisi, dan keputusan medis untuk menentukan diagnosis yang tepat dan perencanaan perawatan untuk masing-masing pasien serta merawat pasien sesuai dengan apa yang diperlukan olehnya. Pusat dari praktek kedokteran adalah hubungan relasi antara pasien dan dokter yang dibangun ketika seseorang mencari dokter untuk mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Available from: http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20 Riset_Normal_bab%201.pdf
  2. Hardjodisastro, Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedoteran: Bagiamana Dokter berpikir, bekerja dan menampilkan diri. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
  3. Available from http://www.anneahira.com/ilmu/ilmu-kedokteran.htm
  4. Randtya, Tiresa. 9 April 2007. Available from http://tiresarandyta.wordpress.com/2007/ 04/09/sejarah-kedokteran/. Kendari. 3 Oktober 2010.
  5. Available from http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran




















DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….             i
BAB I PENDAHULUAN
            I,I        Latar Belakang…………………………………………………………        1
            I.II       Rumusan Massalah ……………………………………………………        9
            I.III     Tujuan Penulisan………………………………………………………         9
            I.IV     Manfaat Penulisan……………………………………………………          9
BAB II PEMBAHASAN
            II.I       Pengertian Ilmu Kedokteran…………………………………………           11
            II.II     Perkembangan Ilmu Kedokteran……………………………………                        13
            II.III    Operasionalisasi Ilmu Kedokteran…………………………………              15
BAB III PENUTUP
            III.I     Kesimpulan……………………………………………………………         19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………        20