“Win, ke mana aja kamu selama ini?” Kugenggam erat kedua lengannya. Sebenarnya hatiku ingin sekali memeluknya, menumpahkan hasrat kerinduan ini yang telah dua tahun lamanya menyiksa batinku.
Alunan lagu rock “smoke on the water” milik group
band kenamaan, Deep purple, mengalun memenuhi
seantero kamarku. Membuat khayalanku terbang
melayang-layang, membayangkan betapa enak menjadi rocker terkenal seperti mereka. Banyak uang, dikenal orang di sentero dunia dan tentunya disuka banyak cewek-cewek cantik. Ah… kapan khayalan ini dapat menjadi kenyataan. Setiap anak band mungkin khayalannya tidak jauh berbeda dengan khayalanku.
Ya, karena khayalan ini lah, bertahun-tahun aku
tetap bertahan jadi anak band. Aku berpindah-pindah dari satu band ke band lainnya karena tak menemukan kecocokan untuk bersinerji dalam hal musik. Dan kini aku sedang giat-giatnya menciptakan lagu-lagu untuk Patih-band. Bukan itu saja, dalam Patih-Band, kadang-kadang aku mengisi vokal, duet dengan Dedi, vokalis tetap Patih-band. Karena, meski suara Dedi cukup khas dengan pibranya, tapi suaranya tak mampu tinggi. Di bagian nada yang tinggi inilah vokalku masuk.
Aku memilih bergabung dengan group band ini karena para personelnya terlihat begitu berambisi untuk menjadi musisi handal. Semoga saja spirit mereka tetap terjaga sampai kelak!
“Kak…! Kak Ratno…! Ada telpon untuk Kakak!” teriak
Dini, adikku dari lantai bawah, memecahkan
khayalanku. Bergegas aku bangkit dari ranjang dan berjalan cepat keluar kamar. Aku menerima telpon.
“Halo.”
“Huei, No, kenapa HP lo gak diaktivin?” tanya orang
diseberang yang ternyata Arip, drummer Patih- band.
“HP gue rusak, Rip. Kemarin terjatuh saat gue asik
sms-an. Ada apa nih? Tumben-tumbenan pagi-pagi
nelpon.”
“Ada khabar baik nih, No.” Dari suaranya Arip
terdengar bahagia.
“Kabar baik apa dan untuk siapa?” tanyaku penasaran.
Alunan lagu rock “smoke on the water” milik group
band kenamaan, Deep purple, mengalun memenuhi
seantero kamarku. Membuat khayalanku terbang
melayang-layang, membayangkan betapa enak menjadi rocker terkenal seperti mereka. Banyak uang, dikenal orang di sentero dunia dan tentunya disuka banyak cewek-cewek cantik. Ah… kapan khayalan ini dapat menjadi kenyataan. Setiap anak band mungkin khayalannya tidak jauh berbeda dengan khayalanku.
Ya, karena khayalan ini lah, bertahun-tahun aku
tetap bertahan jadi anak band. Aku berpindah-pindah dari satu band ke band lainnya karena tak menemukan kecocokan untuk bersinerji dalam hal musik. Dan kini aku sedang giat-giatnya menciptakan lagu-lagu untuk Patih-band. Bukan itu saja, dalam Patih-Band, kadang-kadang aku mengisi vokal, duet dengan Dedi, vokalis tetap Patih-band. Karena, meski suara Dedi cukup khas dengan pibranya, tapi suaranya tak mampu tinggi. Di bagian nada yang tinggi inilah vokalku masuk.
Aku memilih bergabung dengan group band ini karena para personelnya terlihat begitu berambisi untuk menjadi musisi handal. Semoga saja spirit mereka tetap terjaga sampai kelak!
“Kak…! Kak Ratno…! Ada telpon untuk Kakak!” teriak
Dini, adikku dari lantai bawah, memecahkan
khayalanku. Bergegas aku bangkit dari ranjang dan berjalan cepat keluar kamar. Aku menerima telpon.
“Halo.”
“Huei, No, kenapa HP lo gak diaktivin?” tanya orang
diseberang yang ternyata Arip, drummer Patih- band.
“HP gue rusak, Rip. Kemarin terjatuh saat gue asik
sms-an. Ada apa nih? Tumben-tumbenan pagi-pagi
nelpon.”
“Ada khabar baik nih, No.” Dari suaranya Arip
terdengar bahagia.
“Kabar baik apa dan untuk siapa?” tanyaku penasaran.
“Ya, untuk band kita lah. Masa untuk tetangga sebelah” suara Arip terdengar bersemangat. “Nanti malem Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi menggelar ‘Malam Kesenian’ di Gedung Kesenian. Acara ini akan dimeriahkan berbagai pentas kesenian dari provinsi-provinsi lain. Dalam acara ini pula akan dihadiri para seniman besar dan para pejabat setempat.” “Terus, terus apa kabar baiknya untuk band kita?” aku masih belum menangkap maksud pembicaraan Arip. “Aduh… elo itu segitu tulalitnya, ya! Kabar baiknya itu group band kita diundang untuk membuka acara ini!” “Ah, elo jangan bercanda Rip,” tukasku tak percaya. “Ye… No… masa elo enggak percaya sih ama gue….” “Elo berani sumpah?” “Suer! Deketin mata elo ke gagang telpon, nih gue angkat dua jari gue sebagai tanda sumpah gue,” ujar Arip setengah bercanda. Baru juga sekitar dua bulan group ini dibentuk, sudah dapat undangan untuk membuka acara kesenian yang tergolong besar ini. Ini pasti karena berita di koran harian lokal tentang group band kami yang meyabet juara satu dalam festival band yang disponsori perusahaan rokok. “Ini kesempatan untuk kita mensosialisasikan Patih- band di hadapan para seniman besar negeri ini, sekalian ajang untuk kita unjuk kebolehan lagu-lagu ciptaan kita!” aku jadi terbawa semangat. “Gue juga berfikir seperti itu No. Udah deh baiknya elo datang ke base camp. Kita latihan. Tejo, Dedi, dan Tatang udah gue hubungi.” “Oke gue mandi dulu Rip.” Kututup sambungan telponku. Kemudian aku segera ke kamar untuk mengambil handuk. Kabar baik ini ternyata dapat mengalahkan rasa malasku untuk mandi pagi. Para penonton yang terdiri dari para undangan dan umum, duduk menempati kursi-kursi yang telah disediakan panitia. Riuh tepuk tangan berkumandang di akhir lagu pertama yang kami bawakan. Dalam lagu berirama rock ini, aku duet vokal dengan Dedi. // RG.KK// |
0 komentar:
Posting Komentar